Albert Bagaskara memiliki segalanya untuk mencapai semua
kesuksesan dalam hidup. Otak yang cemerlang, karier yang gemilang, serta harta
yang menjulang. Namun, hidup bukanlah ilmu pasti yang bisa ditebak mutlak
dengan angka-angka. Albert memasuki lorong panjang kehidupan yang tak pasti.
Perjalanan hidup membawanya pada antitesis ‘kebahagiaan’. Ia mengalami patah
hingga luka hati. Kisah ini bukanlah tentang kesuksesan, namun tentang
bagaimana seseorang harus terpuruk kesekian kali dalam hidupnya, lalu mencari
jalan untuk bangkit, berkali-kali. Ibarat meniti tangga, Albert terus
melangkah. Perjalanan hidupnya dari Jakarta, New York, Brussels, hingga
Chicago, layak untuk diikuti. Perjalanan jauh yang mengajarkan banyak pelajaran
hidup, di antaranya, tak peduli kamu pernah patah hati hingga 99 kali, selama
engkau bisa bangkit untuk ke-100 kalinya. Buku ini
merupakan wujud nyata bahwa hidup itu bagai rantai kehidupan antara keluarga,
pekerjaan, percintaan dan persahabatan yang harus dijaga seimbang. Sosok tokoh
utama sangat mengesankan dengan kejeniusannya dalam akademis dan karier, namun
begitu lugu dalam percintaan. Penulis mengungkapkan sebuah filsosofi bahwa
tidak ada manusia yang berhak sombong atas keberhasilannya, namun hidup bukan
tentang unggul dari yang orang lain, tapi tentang bagaimana kita sebagai
manusia untuk bisa seimbang dengan rantai kehidupan kita sendiri, itulah unggul
yang sesungguhnya berdamai dengan diri sendiri. //ir