Buku ini membahas empat topik utama, yakni hubungan antara fenomena radio dan isu demokratisasi, keberadaan radio mahasiswa, perspectif gender dan masalah krusial di seputar jurnalisme radio. Buku ini akan membahas dua tema sentral yang mencuat pasca reformasi 1998. Pertama, gagasan demokratisasi di radio yang mencakup urgensi penyiaran alternatif di luar penyiaran mainstream yang antara lain diwakili radio komunitas mahasiswa dan urgensi perspectif sosial yang egaliter, seperti kesetaraan gender. Kedua, reformasi siaran jurnalisme radio dan pengajarannya berdasarkan kebutuhan interaksi yang sinergi antara perguruan tinggi dengan praktisi radio siaran. Benang merah dalam buku ini adalah bahwa gagasan demokratisasi siaran radio harus dimulai dari perubahan cara pandang dan kebijakan yang mengikat institusi dan program radio siaran. Ada banyak cara untuk melihat radio, ada banyak pintu untuk masuk dan mengurai benang kusut radio yang terjadi akibat kecerobohan perlakuan atas media ini di masa lalu. Radio dapat dipandang sebagai agen sosial maupun komersial dan sebagai kancah pergulatan perspektif sosial untuk memberdayakan pendengar maupun kepentingan bisnis. Radio dapat pula dipandang sebagai pertautan sinergi antara dunia perguruan tinggi dan dunia kerja. Pertumbuhan jumlah radio yang relatif pesat mencuatkan dua kondisi yang kontradiktif. Dari sudut pandang Bisnis, industri radio memang "menggiurkan", tetapi dalam konteks akademis kajian radio justru menunjukkan gejala stagnasi. Demokratisasi penyiaran di Indonesia menjadi problematis ketika sejumlah pihak, termasuk pemerintah, berniat mengukuhkan kembali dominasinya atas ruang publik seperti di masa lalu. Meskipun kebebasan penyiaran telah bergulir, tanpa peran kritis yang signifikan dari kaum akademisi dan "praktisi idealis" spirit radio sebagai medium pemberdayaan publik tetap akan jauh dari kenyataan. Kecenderungan perguruan tinggi di Indonesia yang berorientasi pada pasar skala besar, menyebabkan radio "tidak dianggap" dari pada televisi atau media lain. Selain itu sering kali radio komersial tidak lebih dari sekedar konsumen output SDM perguruan tinggi, karena perilaku perguruan tinggi yang hanya mengadopsi atau memproduksi dinamika praktis radio siaran tanpa perspektif yang bervariasi jauh ke depan. //yn
