Bencana letusan Gunung Merapi tahun 2010 memberikan pembelajaran berharga dalam komunikasi, khususnya tentang jurnalisme dan secara lebih spesifik lagi mengenai jurnalisme bencana. Pemberitaan di media televisi tentang erupsi gunung di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah ini mengundang keprihatinan banyak kalangan. Persoalan akurasi liputan dan eksploitasi korban bencana secara berlebihan adalah menjadi titik kruisial yang dikritisi. Disisi lain proses keselamatan wartawan yang sedang melakukan liputan juga belum mendapat perhatian yang mencukupi. Ancaman bahaya bencana belum diperhatikan secara baik, sehingga keselamatan wartawan sewaktu-waktu terancam. Bagaimanapun nyawa wartawan lebih berharga dari pada berita yang diliput. Buku ini berasal dari latar belakang keprihatinan tentang persoalan bagaimana mengkomunikasikan bencana melalui jurnalisme, dengan beranjak pada praktek jurnalisme saat bencana erupsi Gunung Merapi. Keprihatinan yang kemudian berlanjut dengan penelitian mengenai strategi pencarian, pengelolaan informasi dan pemberitaan di ruang redaksi dalam jurnalisme sensitive bencana yang kemudian terpublikasikan dalam buku ini. Jurnalisme optimis dalam jurnalisme sensitive bencana menjadi hal essensial dalam komunikasi bencana di media massa. Buku ini berisikan panduan praktis yang berangkat dari pengalaman nyata wartawan dalam peliputan bencana yang layak Anda baca sebelum meliput bencana.//yn

Sumbangan dari sdri. Dewi Astuti, PS. Manarita, lulus tahun 2017, buku diterima tanggal 24-07-2017, jumlah 1 eksemplar