Penulis
menghadirkan buku ini untuk memberikan gambaran betapa dahsyatnya letusan
gunung tersebut sehingga mengubur sebuah peradaban tinggi di kaki gunung.
Singkapan-singkapan fakta arkeologis yang ditampilkan dalam buku ini membuka
mata kita tentang peradaban seperti apa yang musnah karena letusan Tambora. Penulis
menyampaikan gagasannya tentang Tambora sebagai daerah ekowisata dalam bentuk geopark
di dua bab terakhir bukunya (Bab 6 dan Bab 7 hal. 95-135). Bab 2, memaparkan
bagaimana kehidupan masyarakat di sekitar Tambora dan lingkungannya. Penulis
menyimpulkan bahwa karena kondisi alam yang keras, masyarakat sekitar Gunung
Tambora menjadi kelompok masyarakat yang kuat. Masyarakat Gunung Tambora tidak
saja mengandalkan kehidupannya kepada alam, tetapi juga perniagaan dan
industri. Bab 3, memaparkan bentuk kampung dan arsitektur rumah orang-orang
Tambora. Juga menggambarkan bekas Kesultanan Tambora yang hancur karena letusan
(hal. 36). Paparan penulis ini didukung dengan hasil penelitian pelacakan situs
letusan dengan menggunakan metode Ground Penetrating Radar (GPR) yang
dilakukan olehIndyo Pratomo dan Mohammad Ervan di bab 4 (hal 59). Di bab 5
dibahas tentang temuan barang-barang dan kerangka manusia yang masih memakai
keris di punggungnya. Barang-barang seperti keramik Cina, cincin permata dan
botol-botol minuman keras dari Eropa menunjukkan bagaimana kehidupan para
bangsawan saat itu. Para bangsawan ini adalah orang-orang yang hidup sejahtera
dan telah berhubungan dengan intens dengan pusat-pusat kebudayaan lain di
belahan dunia yang berbeda. //ir