Ajaran mengenai penyalahgunaan keadaan merupakan hal yang relatif baru dan belum diatur dalam KUHPerdata Indonesia, sehingga didalam penerapannya masih menimbulkan sejumlah permasalahan diantaranya mengenai tolok ukur seseorang telah melakukan penyalahgunaan keadaan tersebut. Ukuran itulah yang sebenarnya dapat menjadi dasar bagi hakim dalam menerapkan doktrin tersebut. Di dalam Undang-undang di Belanda sendiri belum ada tolok ukurnya, sehingga dalam keadaan demikian hakim harus membangun tolok ukur tersebut dalam putusan-putusannya. Buku ini membahas ajaran penyalahgunaan keadaan hukum perjanjian yang seyogyanya hadir untuk memastikan berbagai keunggulan para pihak baik secara ekonomis maupun psikologis atas pihak lain tidak disalahgunakan, juga memberikan kajian teoritis mengenai hukum perjanjian, asas-asas perjanjian, pembatalan perjanjian, serta penemuan hukum oleh hakim. Buku ini membahas ajaran tersebut sekaligus membangun tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengetahui sebuah perjanjian mengandung unsur penyalahgunaan secara teoritis maupun dalam praktik sebagaimana tertuang dalam beberapa pertimbangan hakim pada yurisprudensi kasus perjanjian yang mengandung unsur penyalahgunaan keadaan.//yn