Syalimah gembira melihat Sirudin deras bersepeda diujung jalan itu. Karena jika Sirudin sudah pulang, pasti tak lama lagi suaminya pulang. Syalimah terkejut melihat Sirudin berbelok menuju rumahnya. Tahu-tahu Sirudin sudah berdiri gemetar didepannya dan berkata bahwa telah terjadi kecelakaan di tambang, Zamzami tertimbun tanah, Syalimah tertegun, nafasnya tersekat. Tanpa berkata-kata Syalimah bergegas keluar dari rumah, mengambil sepeda lalu tergesa-gesa mengayuhnya menuju tambang. Sepanjang jalan hatinya gemuruh. Dia semakin cemas karena hujan mulai turun. Keadaan menjadi semakin sulit karena hujan semakin deras. Tanah yang menimbun Zamzami berubah menjadi lumpur. Mereka berebut dengan waktu. Jika terlambat, Zamzami pasti tak tertolong dan dia mulai memasuki saat-saat tak tertolong itu. Para penambang cepat-cepat menarik Zamzami. Ketika berhasil ditarik, lelaki kurus itu tampak seperti tak bertulang. Tubuhnya telah patah. Pakaiannya compang-camping menyedihkan. Zamzami diam tak bergerak. Semuanya telah terlambat. Syalimah tersedu sedan. Dia bersimpuh di samping Zamzami yang telah mati. Diangkatnya kepala suaminya, diletakkannya pelan-pelan ke atas pangkuannya. Zamzami terkulai seperti ingin bersandar pada Syalimah. Syalimah membasuh wajah suaminya dengan air hujan, tampaklah seraut wajah yang pias dan sepasang mata yang lugu. Syalimah mendekap lelaki baik hati itu kuat-kuat, sambil meratap-ratap memanggilnya.//yn