Arai itu orang kebanyakan. Orang seperti dia selalu bertengkar dengan tukang parkir sepeda, meributkan uang dua ratus perak. Orang mirip dia seperti duduk di bangku panjang kantor pegadaian menunggu banrangnya ditaksir. Barang itudulang tembaga busuk kehijau-hijauan peninggalan neneknya. Kalau kita tonton pertandingan sepak bola, orang berwajah macam Arai sering duduk di bangku cadangan. Wajah Arai tak dapat dikatakan ganteng namun tak adil kalau dibilang jelek. Segala hal tentangnya berubah jika dia tersenyum. Manakala dia tersenyum, dia menjelma menjadi orang lain. Kurasa ada istilah yang tepat untuk wajah seperti Arai itu, simpatik. Dia selalu tersenyum sehingga dia selalu simpatik. Arai dan Guru Mustar dihubungkan nasib secara aneh dan canggung melalui matematika. Arai murid paling pembangkang namun paling cerdas matematika, bidang studi yang justru diajar guru SMA kami yang paling galak, Guru Mustar. Karena keahliannya di bidang matematika, sering kubayangkan Arai ingin menjadi matematiawan, statistikawan, fisikawan atau alkemis atau segala profesi di bidang teknik, mekanik, dan elektrik, ternyata dugaanku jauh melenceng. Menjadi Pemimpi? Aih…cita-cita macam apa itu? Belum pernah kudengar ada yang bercita-cita seperti itu. Kisah roman apakah yang telah dibacanya sehingga pikirannya menjadi kacau begitu?//yn
