Data kementerian Komunikasi dan Informatika 2018 menyebutkan, penanganan konten negatif seperti Hoaks, berita palsu, dan ujaran kebencian tahun 2017 meingkat 900 persen dibandingkan tahun 2016. Peningkatan yang sangat fantastis dan meresahkan. Sejumlah hoaks bahkan sengaja menyinggung sentimen suku, agama, dan antar golongan (SARA) sehingga menimbulkan berbagai keresahan sosial di masyarakat. Persaingan politik juga memanfaatkan hoaks sebagai alat untuk menjatuhkan lawan politik dengan cara kotor, terutama menjelang Pilkada (pemilihan kepala daerah), Pileg (pemilihan anggota legislative), atau Pilpres (pemilihan presiden). Sebagaimana dikatakan oleh Heru Nugroho, Guru Besar Sosiologi dan Ketua Prodi Kajian Budaya dan Media Universitas Gadjah Mada, dalam pengantar buku ini, “hoaks sebagai politik ancaman menjadi musuh demokrasi, sehingga hoaks pada dasarnya merupakan musuh bersama masyarakay Indonesia yang sedang berupaya menjadi demokrasi substansial. Karena hoaks menjadi musuh Bersama, maka semua pihak perlu bertindak bersama-sama dalam memeranginya. Salah satu tawaran alternatifnya adalah sebagaimana dipaparkan dalam buku ini, yaitu dengan pengamanan ruang siber melalui pendekatan reflexive security.//yn