Kegemaran masyarakat dalam
memelihara hewan di rumah menjadi salah satu gaya hidup. Fenomena yang meluas
ini, melahirkan kasus-kasus penelantaran dan penganiayaan hewan yang sedang
marak terjadi. Data menyebutkan, kasus penelantaran hewan peliharaan masih
memprihatinkan di Yogyakarta, tercatatsebanyak 393 laporan kasus sejak Januari
hingga Oktober 2019. Keinginan untuk mengajak masyarakat agar tidak menyakiti
hewan terutama kucing, melatarbelakangi penciptaan karya produksi ini.
Dokumenter potret “Dikara” episode “Pahlawan Tanpa Pengakuan” menceritakan
kisah Sugiyanto, seorang tukang rongsok yang mendedikasikan hidupnya untuk
merawat kucing-kucing jalanan. Sugiyanto juga kerap menyuarakan kepada
masyarakat luas jika tidak menyukai kucing, jangan sakiti, jika sudah
memutuskan untuk memelihara, jadilah bertanggung jawab. Dokumenter bersifat
faktual dan informatif, karena cerita yang disajikan tidak sepenuhnya terpaku
pada naskah dan dokumenter memuat informasi di dalamnya. Dokumenter potret
mengupas aspek human interest, di mana cerita fokus pada kisah hidup Sugiyanto
dan sepak terjangnya dalam menjalani hidup. Penulisan naskah menggunakan tipe
naskah ekspositoris sebagai pedoman produksi, karena naskah jenis tersebut
menggunakan bahasa yang logis dan tidak menimbulkan daya khayal, naskah sesuai
data yang ada, sehingga informasi mudah diterima penonton. Program “Dikara”
ditujukan untuk penonton usia 18-35 tahun, karena di usia tersebut informasi
dan edukasi dapat diterima dengan mudah, karena tema yang diangkat juga dekat
dengan keseharian penonton kisaran usia tersebut. //ir