Penciptaan karya dokumenter televisi ini dilatarbelakangi kegelisahan penulis akan masa depan kesenian tradisional sintren di Indonesia. Pementasan sintren di Pemalang, Jawa Tengah, misalnya semula hanya menggunakan kostum kebaya panjang. Namun sekarang perkembangan jaman, kini berinovasi menggunakan pakaian terbuka, rok mini, serta tari-tarian erotis yang dipentaskan para penari belia. Dalam karya ini, penulis mencoba menguatkan pesan dan kesan dengan menerapkan konsep gaya bahasa agar penyampaian materi mudah diterima penonton. Riset melalui internet serta observasi langsung ke lapangan melengkapi informasi mengenai seluk-beluk sintren untuk kesiapan produksi selama 4 hari. Setelah produksi, penulis mengolah hasil wawancara dan fakta di lapangan. Menjadi sebuah naskah dokumenter yang utuh. Naskah dikemas dengan penguatan efek dramatisasi untuk menggugah emosi penonton, terutama pada sequence 3 dan 4 yang menjadi puncak konflik cerita. Narator melakukan dubbing, dilanjutkan dengan tahap editing audio-visual hingga berdurasi 17 menit. Melalui penerapan gaya bahasa simile dan pleonasme, dokumenter ini mampu bercerita dengan lebih ringan, indah namun juga tegas didukung efek dramatisasi serta penekanan pada kalimat-kalimat persuasive. //yn