Jurnal Dialog Kebijakan Publik Edisi 1, April 2011 tentang Menyoal Rencana Kebijakan Pengendalian Subsidi BBM
Jurnal Dialog Kebijakan Publik edisi kali ini mengangkat masalah Subsidi BBM. Dengan mengangkat masalah ini kita berharap menemukan format kebijakan publik retribusi yang tepat dalam berbagai dimensi masalah yang kita hadapi. Subsidi BBM sebagai fokus bahasan, selain untuk menemukan alternatif menjawab kepentingan banyak pihak, juga penting mengelaborasi kapasitas sumber daya energi kita dalam menopang keberlanjutan sosial-ekonomi. Pemaparan pertama tentang analisis berkaitan dengan masalah sumber daya energi alternatif dan daya dukungnya terhadap kelanjutan pembangunan. Disini Prof. Karna Wijaya dalam tulisannya "Revitabilatsi Bahan Bakar Nabati (BBN) sebagai Alternatif Bahan Bakar Minyak (BBM)" secara khusus menekankan pentingnya energi alternatif dari Bahan Bakar nabati (BBN) karena BBM semakin terbatas kapasitas produksinya. Sejak sepuluh tahun terakhir Kapasitas produksi BBM semakin menurun karena tingginya biaya eksplorasi. Karena ini , diperlukan pengembangan teknologi dan eksplorasi sumber energi BBN sebagai alternatif. Selain secara ekonomi tidak mahal dan menguntungkan, juga tidak menimbulkan populasi karena minimnya emisi dibuang dan dalam jangka panjang meningkatkan ketahanan energi. Pemaparan berikutnya adalah Kholid Ahmad dan Andhika Parstawa dalam tulisannya "PLTH sebagai Solusi Memenuhi Energi Listrik di Daerah Terpencil" mengetengahkan beberapa alternatif pengembangan energi listrik menggunakan sumber daya energi terbaharukan. Hal itu diperlukan untuk daerah terpencil yang masih banyak kesulitan akses pada sumber daya listrik. Dengan pengembangan alternatif ini, maka permasalahan beban listrik melayani kebutuhan begitu besar bisa dikurangi sehingga listrik tidak sering mati seperti terjadi selama ini. PLTH merupakan solusi alternatif penting untuk mengatasi krisis energi listrik masih sering terjadi selama ini. Alternatif ini sekaligus penting mengurangi ketergantungan pada energi minyak yang sumbernya kian terbatas sekarang ini. Pemaparan berikutnya adalah Andi Rahman dengan tulisannya "Memastikan Kecukupan energi Berkelanjutan" membahas kemungkinan pengembangan energi biofuel dengan mengambil potensi tanaman jarak sebagai energi alternatif. Beliau menekankan bahwa, selain mengubah lahan kritis menjadi produktif juga sumber daya energi alternatif ini juga menopang kecukupan energi. Hal ini penting diperlukan untuk kebijakan ini adalah dukungan kebijakan dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, dan sekaligus pengembangn teknologi diperlukn yang langsung bisa digunakan mengolah energi ini tanpa modifikasi atau suplemen mesin lain yang akan menyedot biaya tinggi. Dalam paparan "Menghitung Penerimaan Pemerintah dan Penjualan BBM", Baso Siswadarma membahas secara khusus dari sudut ekonomi. Ditekankan, sesungguhnya subsidi BBM bukanlah dalam arti harafiah pemerintah memberikan dana untuk membeli BBM. Tetapi merupakan kebijakan redistribusi, yaitu penggunaan selisih penerimaan penjualan minyak luar dan dalam negeri untuk kesejahteraan rakyat. Dari sudut ini, kuncinya adalah kapasitas dalam negeri, semakin mampu mengelola sumber minyak secara mandiri, termasuk kontrak dengan asing, maka sumber daya minyak bisa dinikmati dalam meningkatkan pendapatan dan subsidi BBM tidak diperlukan lagi karena harganya terjangkau. Awan Sentosa, dalam paparan "Dimensi Kerakyatan dalam Subsidi BBM" menekankan masalah subsidi BBM berkisar tiga hal, yaitu tekanan ekonomi RAPBN, peningkatan konsumsi karena subsidi, dan masalah keadilan distribusi. Dimensi kerakyatan ini penting ditekankan dalam pengelolaan sumber daya energi oleh negara terkandung dalam bumi Indonesia. Lambang Trijono dalam paparan "Subsidi BBM dan Hak Warga Negara dalam Pembangunan" mengemukakan pentingnya etika-politik demokrasi, 'kebebasan dan kesetaraan' dalam kebijakan pembangunan, termasuk dalam kebijakan subsidi BBM. //yeni
Tidak tersedia versi lain