Buku

Putri Kalingga

Buku ini adalah sekuel kedua dari buku Janabadra : Jejak Tanah Leluhur. Sepeninggal istrinya di Bhubaneswar, Kerajaan Harsya di tanah Hindustan, Janabadra kembali ke Kalinggapura dan membawa serta puteri angkatnya, Nonggaranya. Di Kalingga, Janabadra menjadi pandhita utama di Vihara Sutta sekaligus bertindak sebagai penasehat raja Kalingga. Sementara Nonggaranya, tumbuh di bawah asuhan Nyi Embu dan Ki Dadungsato dan mendapat keterampilan memanah dan kanuragan sempurna baik dari orang tua asuhnya, maupun ayah angkatnya. Kemarian orang tua asuhnya di tangan gerombolan perampok membawa Nongga berpindah hidup bersama sang Mahaguru Janabadra di vihara dan mengubah dirinya menjadi Bikhuni Shima. Ketika Ibu Suri berkenan menjodohkan Shima dengan sang Raja, Sang bikhuni justru sedang penuh kecamuk dalam jiwanya. Dendamnya pada para pembunuh Nyi Embu, membawa dia meninggalkan Kalinggapura, menyusuri hutan dan gunung hingga nasib membawanya ke bukit Shambara, di mana ia mendirikan istanyanya sendiri, Maataram… Kelak, ia kembali ke Kalinggapura ketika sang Ratu mengumumkan sayembara yang mengundang pemanah perempuan terbaik dari seluruh dwipantara…//ir

Oleh Wibowo Wibidharma

Janabadra

Jawa di abad ke-6 Masehi. Pada masa itu hidup seorang pandita Buddha temasyur bernama Janabadra. Janabadra memulai kehidupannya di pecantrikan, sebuah tempat pendidikan prajurit kerajaan. Sebagai cantrik, ia memperoleh pendidikan kanuragan dari para guru terbaik. Ia juga mendapat pendidikan khusus dari resi Wanabadra. Sebagai murid pandai dan tangguh, ia terpilih menjadi prajurit telik sandi (mata-mata) untuk Kerajaan Kalingga dan diberi tugas penyamaran ke Kerajaan Taruma. Karena pilihan hidupnya untuk memenuhi panggilan negara inilah Janabadra terpaksa harus memunda pernikahannya. Ni Laras, kekasih Janabadra memilih membatalkan saja pertunangan mereka karena tidak menyukai cara hidup kerajaan walaupun Ni Laras sesungguhnya telah diramalkan akan menurunkan raja-raja besar di Jawa. Tetapi Ni Laras menginginkan kehidupan yang bersahaja di pedukuhan. Sebenarnya Janabadra tidak benar-benar menginginkan kehidupan keprajuritan, lebih tertarik pada ajaran Resi Wanabadra; resi ini mengajarkan baca tulis agar Janabadra dapat mempelajari naskah-naskah kuna. Ketertarikannya pada asal-usul kehidupan manusia khususnya asal-usul manusia Jawa telah membawanya pada kehidupan yang tak terduga. Dalam perjalanannya mencari “gaman akhasa” ia mengenal Maharaja Taruma, kemudian betemu dengan kehidupan bajak laut, dan mencintai seorang wanita yang membawanya hingga ke Kuil Uruvela di kerajaan Harsya (India). Janabadra kemudian menjadi terkenal karena banyak menulis dan menerjemahkan naskah-naskah Buddha dalam berbagai bahasa termasuk bahasa Putong Hoa. //ir

Oleh Wibowo Wibidharma

Panggil Aku Maryam Sebuah Biografi Kritis Bunda Maria

Maryam Historis: Biografi Sang Bunda Perawan adalah “biografi terakhir” Maryam yang pernah ditulis. Tinggal selama 13 tahun di Yerusalem dan selama empat tahun secara serius meneliti sosok Sang Bunda Perawan itu membuat Lesley Hazleton berani menarik kesimpulan-kesimpulan menggelitik dan menyimpang dari doktrin otoritas gereja yang selama ini kita terima apa adanya. Dengan tanpa rasa takut, ia “menarik” Maryam dari tempat nyamannya: mitos dan legenda, lantas mendudukkannya sebagai perempuan petani-penggembala biasa yang hidup di Galilea 2.000 tahun yang lalu, yang penggambarannya sama sekali berbeda dari apa yang tercetak dalam kepala kita. Inilah biografi Maryam, sang ibunda Yesus Kristus, yang merupakan sosok manusia, tidak luput dari salah dan “dosa”, dan bukan sosok Maria yang selama ribuan tahun kadung kita citrakan sebagai ibunda paripurna sehingga seluruh aspek fisiknya berubah secara drastis menjadi aspek metafisik. Ditulis secara naratif, membuat buku ini layaknya bukan hasil penelitian ilmiah yang dikerjakan selama bertahun-tahun, tetapi hampir serupa novel yang enak dibaca, dan yang jika pembaca tidak jeli mengikuti tiap-tiap narasinya, maka ia tidak akan sadar bahwa pemahamannya mengenai Maryam sedang dibongkar. //ir

Oleh Hazleton, Lesley

Feminin dalam Dongeng Sebuah Pergulatan yang Sangat Panjang

Pencarian tentang identitas diri sedang melanda kaum perempuan di dunia Barat. Setiap saat, mereka mencari citra yang dapat mendefinisikan identitas diri mereka. Pencarian ini dimotivasi oleh disorientasi dan ketidakpastian mendalam bahwa mereka tidak memiliki wakil metafisik dalam citra Tuhan Kristen. Protestanisme harus bersedia dipersalahkan sebagai agama laki-laki murni. Katolik setidaknya memiliki Perawan Maria sebagai representasi arketipe femininitas, tetapi citra arketipe feminin ini tidak lengkap karena hanya mencakup aspek sublim dan cahaya dari prinsip feminin ilahi dan oleh karena itu tidak mengungkap seluruh prinsip feminin. Sebagai psikolog Jungian yang tersohor dengan studinya mengenai interpretasi dongeng dan alkimia, Marie-Louise von Franz pertama kali menemukan gambaran feminin yang melengkapi kekurangan ini dalam agama Kristen. Menurutnya, dongeng mengungkap fantasi kreatif lapisan penduduk pedesaan dan kurang berpendidikan. Selain itu, Marie-Louise von Franz mengurai bahwa sosok feminin dalam dongeng, dengan keseluruhan cerita yang mengitarinya, tidak serta-merta membuktikan bahwa sebuah kisah ada hubungannya dengan psikologi perempuan. Banyak cerita panjang tentang penderitaan perempuan ditulis oleh laki-laki dan merupakan proyeksi dari masalah anima laki-laki. //ir

Oleh Marie -Louise von Franz

The Horde Bagaimana Satu Gerombolan Pengembara Mengubah Sejarah Dunia

Bangsa Mongol dikenal luas karena satu hal: penaklukan. Mereka digambarkan dengan seram, beringas, dan haus darah-yang menguasai negara-negara lain dengan kekuatan dan kekerasan. Padahal, jauh dari pandangan tersebut, Bangsa Mongol adalah bangsa yang membangun kota, mempunyai rezim politik yang unik-pengaturan pembagian kekuasaan yang kompleks di antara khan dan kaum bangsawan, menghargai para administrator dan diplomat yang terampil, dan memupuk tatanan ekonomi yang bergerak, terorganisasi, dan inovatif sehingga mampu membangun salah satu kerajaan paling berpengaruh dalam sejarah. Dalam sejarah epik bangsa Mongol ini, Marie Favereau menunjukkan bahwa pencapaian bangsa Mongol jauh melampaui sekadar perang. Selama 300 tahun, Mongol merupakan kekuatan dalam perkembangan global. Dari ibu kotanya di Sarai di hilir Sungai Volga, Mongol memberikan model pemerintahan untuk Rusia, memengaruhi praktik sosial dan struktur negara di seluruh budaya Islam, menyebarkan teori-teori canggih tentang alam, dan memperkenalkan ide-ide baru tentang toleransi beragama. Mongol telah meninggalkan warisan mendalam di Eropa, Rusia, Asia Tengah, dan Timur Tengah, yang dapat dirasakan hingga hari ini. The Horde adalah potret yang mengesankan, lengkap, dan tajam dari sebuah kekaisaran yang sedikit dipahami dan terlalu mudah diabaikan. Menantang konsepsi bahwa pengembara hanya pelengkap sejarah, Favereau menjelaskan bahwa kita hidup di dunia yang diwarisi dari momen Mongol. //ir

Oleh Marie Favereau

Berita Terbaru