Buku

Sustainable Environmental Management Lessons From Indonesia

The climate change threat at present has reached a critical stage. The development of the world today is threatened, as the whole world, including Indonesia, is facing three crisis, namely the economic crisis post COVID-19 Pandemic, energy crisis caused by the war in Ukraine, and lastly the climate crisis. Many world leaders are unaware of the severity of the threat of climate change which has now transformed into a climate crisis. The derivative of the climate crisis will not only contribute to worsening of the economic crisis and energy crisis but will quickly shifted into a biodiversity catastrophe, drinking water scarcity, and the global hunger crisis. In turn, a political crisis might arose in the form of a denial of the government’s authority which was deemed unable to overcome these crises. This bleak picture requires a thorough study and solution that is effective but at the same time reaches sustainability and penetrates the future. We are blessed to read Prof. Jatna and Prof. Lenz’s Masterpiece (Magnus Opus) in the form of a book with more than 600 pages that relate to these problems and crises in a series of meanings. We should salute them for providing a clear and comprehensive picture of the interrelationships between regions, disciplines, and elements, both in terms of origin and the possibility of solving the problem. The presentation is presented comprehensively without letting go of the details and context regarding sustainability and the global picture. I am sure that many people, especially those in a strong position, can benefit and be given references from the essential things presented in this book, the great work of both authors, which I am proud of. //ir

Oleh Jatna Supriatna

Lisensi & Royalti Lagu/Musik di Tempat Publik

Suatu tulisan tentang apa itu Public Performance di dunia musik yang selama ini seringkali disalahartikan sebagai performing, padahal konvensi internasional tidak menyebutnya demikian, termasuk pula kita seringkali tidak dapat membedakan antara public performance dan yang non-public performance. Buku ini mencoba untuk menyederhanakan penjelasan tentang apa itu public performance, khususnya di dalam hukum Indonesia, tetap sesuai dengan hukum internasional tanpa menguraikan konvensi-konvensi internasional yang seringkali akan menjadi terlalu panjang dibahas di dalam suatu Buku tentang Hak Cipta. Basis uraian public performance di dalam buku ini adalah kebijakan hukum pemerintah di dalam aspek-aspek hukum administrasi negara, aspek hukum perdata, dan juga aspek hukum pidana, karena hukum mestinya dapat diharapkan menjadi acuan yang pasti di dalam suatu negara yang berdasarkan atas hukum. Uraian di dalam buku ini akan sangat membantu memahami karena penjelasan berkaitan dengan pekerjaan praktikal berbagai pihak, bukan hanya aspek hukum di dalam Hak Cipta Musik saja, akan tetapi juga dapat diterapkan pada jenis hak cipta yang lain selain lagu/musik. //ir

Oleh Hutauruk, Marulam J

Michel Foucault Disiplin Tubuh Bengkel Individu Modern

Buku ini terdiri dari sebuah Pendahuluan dan enam bab. Dalam pendahuluan diperkenalkan Foucault dan metode-metode yang digunakannya. Bab pertama diuraikan lebih detil proyek Foucault dalam Discipline and Punish. Bab dua akan ditelaah siksaan (hukuman publik) yang dinila Foucault sebagai teknologi politis yang ambigu terhadap tubuh. Bab tiga membahas dua macam bentuk hukuman yang menggantikan siksaan. Bab empat membahas berkembangnya teknologi disiplin sebagai kuasa yang lebih efektif untuk membuat individu menjadi patuh dan berguna. Bab lima berisi tentang uraian Foucault mengenai proses lahir dan tumbuhnya penjara sampai berkembang pada masyarakat modern menjadi masyarakat pemenjaraan. Bab enam diuraikan pokok-pokok pemikiran Faucault tentang bagaimana kuasa dan pengetahuan telah melahirkan dan menundukkan individu modern dalam fenomena berkembangnya teknologi disiplin dalam masyarakat modern. //ir

Oleh Petrus Sunu Hardiyanta

Dari Siwaisme Jawa Ke Agama Hindu Bali Kumpulan Tulisan Pilihan

Buku ini merupakan kumpulan artikel Andrea Acri (dosen dan peneliti di EPHE, PSL University, Paris) yang berfokus pada Siwaisme (agama Siwa), tantrisme, dan yoga di Jawa dan Bali pada zaman kuno, serta kelanjutannya (sebagai “agama Hindu”) di Bali pada zaman modern. Acri menggarisbawahi keterkaitan praktik agama di Jawa dan Bali dengan tradisi Siwaisme, Brahmanisme, dan agama Hindu di India, sambil juga menyoroti transformasi hingga pemribumian tradisi itu di Jawa dan Bali sepanjang waktu dengan orisinalitas juga nilai intelektual dan spiritual yang tinggi. Ditekankan pula kesinambungan antara tradisi kuno dan wacana baru yang telah berkembang dalam periode modern dan kontemporer, baik di Jawa (setelah kedatangan Islam pada abad ke-15) dan di Bali (setelah reformasi agama Hindu pada awal abad ke-20). Buku ini diharapkan akan berguna untuk memperkenalkan keistimewaan keagamaan dan kebudayaan Jawa zaman kuno kepada khalayak luas di Indonesia, sekaligus membantu mendalami permasalahan bangsa dan negara Indonesia pada masa kini melalui pemahaman masa lalu. //ir

Oleh Andrea Acri

Banteng Terakhir Kesultanan Yogyakarta : Riwayat Raden Ronggo Prawirodirjo III dari Madiun, sekitar 1779-1810

Aturan baru kolonialisme yang ditekankan oleh Herman Willem Daendels kepada keraton Jawa tengah-selatan pada 1808-1810 menyulut kegelisahan di jantung ibu kota Kesultanan Yogyakarta. Di mancanegara timur kesultanan, Raden Ronggo Prawirodirjo III (1779-1810) menentang praktik kolonialisme dan imperialisme Belanda itu pada 20 November-17 Desember 1810. Raden Ronggo menjadi tokoh penting yang memainkan peran besar sebelum runtuhnya masa tatanan lama setelah Perang Jawa (1825-1830) dan secara tidak langsung mengantar kelahiran tatanan baru di Jawa. Memang, perlawanannya gagal dan dia dianggap sebagai pembelot, sehingga jasadnya dikebumikan di kompleks makam pemberontak di Banyusumurup, Yogyakarta. Pangeran Diponegoro menyebut “setelah lenyapnya Raden Ronggo, sebetulnya Kerajaan Yogyakarta sudah tak punya lagi seorang pelaga”. Pasca-kemerdekaan, Sultan Hamengkubuwono IX menyatakan Raden Ronggo sebagai “pejuang perintis melawan Belanda” dan memindahkan jasadnya ke Astana Giripurno di Magetan pada 1957. Buku ini berisi riwayat Raden Ronggo Prawirodirjo III, Bupati Madiun sekaligus Bupati Wedana Mancanegara Timur di bawah Kesultanan Yogyakarta (1796-1810), yang mengobarkan perlawanan terhadap pemerintahan kolonial Belanda. Dalam babad autobiografinya yang ditulis dalam pengasingan di Manado pada 1831-1832, Pangeran Diponegoro menganggap Raden Ronggo Prawirodirjo III sebagai suri teladan bagi perjuangannya selama Perang Jawa. //ir

Oleh Akhlis Syamsal Qomar

Berita Terbaru